Senin, 13 Agustus 2012

Tentang sesuatu itu yang bernama "HUJAN"

Sekarang sudah hampir akhir tahun,

Biasanya kalo akhir tahun bakalan bersua dengan musim hujan.
Ah, musim hujan. Aku selalu suka hujan. Ada romantisme tersendiri dari hujan, entah kenapa, mungkin datang dari percampuran antara cemas menemukan tempat berteduh, pengharapan melihat pelangi pas hujan selesai, dan merenung sendiri dari balik kaca yang berembun. Hujan membawa itu semua: cemas, harap, dan perenungan.

Aku suka hujan. Aku suka melihat hujan dari dalam mobil sambil melamun, melihat jalanan melalui kaca yang dipenuhi oleh titik-titik air. Lalu terhempaskan dengan wiper, yang tentu saja percuma, hanya untuk melihatnya basah kembali: setitik demi setitik demi setitik demi setitik… hingga wiper menghapusnya lagi..dan lagi. Lalu aku menyetel radio, aku bernyanyi sumbang, yang tersamarkan oleh bunyi kaca yang ditempa air. Aku suka tidak bisa mendengar suaraku sendiri. Aku suka dibungkam tanpa sengaja.
Aku suka hujan. Terutama aku suka bau air yang bercampur dengan tanah, bau lumpur samar itu. Aku selalu menciumnya dengan brutal, menghirup dalam-dalam dan menahan napas, supaya tidak terlupakan oleh bau yang lain. Aku ingat, sewaktu masih kecil, aku selalu suka menari di bawah hujan, teriak bersama teman-teman dan mengecap rasa asin yang mampir di bibir. Dan ketika keesokannya harinya meriang? Aku gak peduli. 
Tapi aku selalu takut dengan badai. Dengan kemampuannya untuk merusak, menghancurkan yang telah ada. Menyapu bersih apa yang pernah aku bangun. Menelan semuanya dalam satu kali jentikan jari, atau kurang. Badai dengan angin kencang, petir nyaring, dan kilatan yang menyilaukan mata. Badai bisa membuat orang hilang. Badai bisa membuat orang bimbang. Badai bisa, menyesatkan.
Dan ketika badai semacam itu datang,
yang diperlukan hanyalah keberanian untuk menari di bawah hujan.
Hei, kamu. Pegang tanganku.
Kita menari bersama. Ya?
SIAL! ini efek dari kebanyakan mengkonsumsi kopi..

Tidak ada komentar:

 
Planxtons © 2011 Templates | uzanc