Pernah
mikirin dan takut gak kalau suatu saat orangtua kita bisa meninggal? Kadang gue
ngerasa pengen mati muda, you know, biar gue gak usah ngeliat mereka-semua
orang yang gue sayangin- meninggal.
Ya,
kematian ngebuat gue ngerasa gak nyaman. Adeknya salah satu temen gue meninggal
kemaren. Dia masih duduk di bangku SD. You see, hal-hal mengejutkan seperti ini
ngebuat gue ngerasa bahwa semua yang kita punya sekarang ini bisa aja diambil.
Seolah-olah benang yang nyambungin idup kita bisa dipotong begitu aja. Lalu
ilang. Gak ada lagi. Nothing matters.
Gue
jadi inget, seorang filsuf Amerika, Mark Conard, pernah menulis esai God, Suicide, and the Meaning
of Life yang membedah film-film Woody Allen dan hubungannya tentang
hidup. Nah, dalam esai itu, dengan menggunakan cerita film Shadows and Fog-nya
Woody Allen sebagai alat bantu, Mark Conrad mengatakan, “Kita butuh
distraction, kita butuh ilusi dan penipuan-diri, untuk menghindarkan kita
terhadap “kenyataan menyakitkan dari hidup”. Kenyataan, bahwa apa yang kita
punya sekarang hanyalah sementara. Engga ada kekal, engga ada yang selamanya.”
Memang,
ilusi-ilusi kesenangan yang kita ciptakan ini: jatuh cinta, bekerja di bidang
yang disukai, nonton film, marathon DVD sampai pagi, makan sampai kekenyangan,
bisa membantu kita dalam menghadapi kenyataan paling pahit dalam hidup.. kita
bisa aja tiba-tiba mati.
Balik
ke Woody Allen, karakter-karakter dalam filmnya, walaupun mereka selalu takut
dan insecure atas kematian, karakter-karakter ini menanggapinya dengan biasa:
mereka semua seolah-olah hidup bahagia, terlepas dari semua chaos, kekosongan,
dan kedinginan alam semesta yang mereka alami. Mereka bisa berinvestasi dalam
kehidupan individual masing-masing dengan menggunakan nilai-nilai dan pemahaman
sebuah relationship sebagai sarana untuk itu.
That’s
what I love from Woody Allen. Dia selalu bisa menghadirkan humor kontemplatif
yang memberitahu bahwa ketawa aja gak cukup, tapi kita butuh pemahaman. Atau
seperti kata Socrates, “An unexamined life is a life not worth living.” Sebuah
hidup tanpa pemahaman, adalah hidup yang tak layak untuk dijalani. Sedangkan,
humor yang bagus, menurut gue, adalah humor yang membuat kita berpikir, and
that’s what Allen do best.
Lanjut,
seperti tokoh Ben yang religius dalam film Crimes-nya Woody Allen, kita juga
mempunyai Tuhan untuk bersandar, dan menjadi sarana untuk menjalani hal-hal
keras dalam hidup. Berhubungan dengan Tuhan, bulan Ramadhan, dan kematian;
setidaknya kita saat ini bisa “nabung” pahala. Setidaknya, ketika kematian itu
datang dan membawa kita pergi ke alam lain itu, kita bisa berada di tempat yang
lebih baik. Tempat yang engga cuman ilusi, tapi kekekalan penuh rasa senang,
dan kebanggaan karena kita bisa menaklukan hidup, dan pada akhirnya.. end up
eternally happy.